BUKABUKAAN,--Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) VII Partai Golkar di Yogyakarta yang digelar sejak 17 November resmi ditutup tadi malam.
Selain menghasilkan sikap politik Golkar untuk lima tahun ke depan, salah satu keputusan Rapimnas adalah menetapkan Musyawarah Nasional (Munas) IX pada 30 November - 1 Desember 2014.
Penetapan waktu Munas yang dimajukan dari kesepakatan awal menimbulkan banyak tanda tanya dan pro kontra di kalangan internal.
Pasalnya, sesuai kesepakatan, Munas IX digelar pada 8 Oktober 2014 sesuai AD/ART atau Januari 2015 jika mengacu rekomendasi Munas VIII di Pekanbaru 2009 lalu.
"Kalau digelar November berarti tidak mengacu AD/ART dan rekomendasi Munas VIII. Maka itu tidak konstitusional," kata Lamhot Sinaga selaku Jurubicara Tim Pemenangan Agung Laksono kepada wartawan di Yogyakarta, Kamis (20/11).
Menurut Lamhot, pihaknya maupun pihak lain yang konsisten dengan kesepakatan awal tidak mengakui keabsahan penyelenggaraan Munas IX 30 November. Selain itu, keputusan tersebut juga hanya didasarkan keinginan dari dua pertiga pengurus Dewan Pimpinan Daerah Golkar. Bukan aspirasi dari seluruhnya, baik DPD maupun organisasi sayap partai.
"Kita berpikiran itu tidak konstitusional, dan kita tidak mau mengikuti karena tidak sah. Akhirnya akan ada Golkar konstitusional dan inkonstitusional," jelasnya.
Lamhot juga menyayangkan hasil Rapimnas yang terkesan tergesa-gesa dalam memutus waktu pelaksanaan Munas IX. Dia tidak menampik bila dikatakan adanya penggiringan opini pengurus DPD tingkat I oleh DPP Golkar. Mengingat, Ketua Umum Aburizal Bakrie (Ical) akan mempertahankan jabatannya sebagai calon petahana.
"Dari DPD I yang terkesan digalang oleh Ical untuk percepatan Munas. Yang kita curigai dari November ke Januari kan cuma sebulan, kenapa harus dipaksakan," bebernya.
"Motivasi kita hanya berdasarkan konstitusi, tidak mau keluar dari koridor. Tidak boleh suka-suka menetapkan pelaksanaan Munas," tegas Lamhot yang juga ketua Departemen Ekskutif Yudikatif DPP Golkar. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar