Bukabukaan,--
Memasuki
akhir tahun 2014, Pemerintah Kota Bandung (eksekutif/Legislatif) sedang
disibukkan penyusunan APBD tahun 2015. Hal yang pasti, masyarakat sangat
berharap APBD tahun 2015 berorientasi pada pembangunan yang merata dan
berkeadilan. Salah satu ciri pemerintah yang melaksanakan pembangunan secara
merata dan berkeadilan adalah disusunnya postur APBD yang efektif, akuntabel
dan transparan. Postur APBD adalah instrumen paling utama dibidang kebijakan
fiskal yang memiliki peranan strategis menentukan kemajuan pembangunan suatu
daerah.
Mengacu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Mendagri No
21/2011, struktur APBD terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah,
dan Pembiayaan daerah. Belanja daerah dibagi menjadi 2 kelompok belanja. Pertama belanja
tidak langsung (Belanja
Aparatur) terdiri dari belanja
pegawai (gaji), belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bansos,
belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, serta belanja tak terduga.
Kedua belanja
langsung meliputi, belanja
pegawai (honorarium), belanja barang dan jasa serta belanja modal.
Postur APBD kota Bandung, Sudah pro Rakyat ?
Menjawab
pertanyaan ini sangatlah mudah, tinggal menghitung perbandingan antara alokasi
belanja aparatur vs alokasi belanja publik . Harus diakui, belum ada ketentuan
yang bisa dijadikan acuan “standar
proporsional” agar penyusunan APBD dapat optimal, efektif dan efisien. Namun Idealnya
belanja aparat harus jauh lebih kecil dibanding belanja publik. Artinya Dana
yang dihimpun dari masyarakat benar-benar dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat.
Untuk
mengetahui postur APBD Bandung tahun 2014, dapat dilihat rincian sbb;
Tabel -1 : Postur APBD Kota Bandung Tahun 2014
Berdasar
analisa rincian pada tabel-1, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan terhadap
postur APBD kota Bandung tahun 2014, sebagai berikut ;
1.
Prosentasi
perbandingan nilai PAD terhadap Pendapatan Daerah ; 34,9%.
Artinya
sumber pendapatan pemda Kota Bandung dalam kondisi dependable (ketergantungan/belum mandiri) terhadap dana
perimbangan pusat. Apalagi prosentase terbesar dana perimbangan,adalah untuk alokasi DAU (82,5%).
2.
Prosentasi Belanja
Tidak langsung (belanja aparatur) cukup tinggi ; 44 %.
Artinya
postur APBD kota Bandung belum pro Rakyat, tidak proporsional.
Jika
dicermati lebih dalam, bahwa total prosentasi belanja pegawai kota Bandung
mencapai angka 40,8 %, sedangkan sisanya belanja publik 59,2 %. Padahal jika dihitung berdasar proporsional
jiwa, SANGAT TIDAK BERIMBANG. Data statistik di kota Bandung menunjukan ;
Jumlah
PNS (pegawai) di kota Bandung : 22.456
orang
Jumlah
Penduduk (publik) di Kota bandung : 2.182.661 orang
Transparansi Publik
Untuk
mengevaluasi besaran belanja publik yang ideal di dalam APBD kota Bandung,
salah satu faktor yang harus diutamakan adalah adanya transparansi publik yaitu keterbukaan timbal balik antara
pejabat (eksekutif maupun legislatif) dengan masyarakat luas. Hal ini sesuai intruksi Mendagri Nomor 188.52/1797/SJ tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan
Anggaran Daerah. Masyarakat seharusnya bisa melihat ringkasan dokumen-dokumen
tersebut di koran-koran daerah, website Pemda, dll. Selama ini dokumen APBD adalah
dokumen yang keramat dan hanya pihak eksekutif/legislatif yang tahu. Seharusnya
publik diberi informasi yang memadai, bahwa anggaran pemerintah ini dikelola
secara akuntabel, transparan dan pro publik, terutama yang menyangkut anggaran
untuk kebutuhan dasar (pendidikan, kesehatan, infrastrukur dan kemiskinan).
Sebenarnya
bagi sosok Ridwan Kamil, S.T., MUD, sebagai walikota Bandung yang
visioning, terbangunnya transparansi
anggaran adalah hal yang sangat menguntungkan. Transparansi anggaran akan
menjadi sebuah energi besar yang luar biasa, yang akan mendukung percepatan
mewujudkan ribuan gagasan beliau. Dengan terbangunnya Transparansi anggaran, maka
masyarakat secara otomatis akan ikut serta melakukan pengawasan penggunaan
anggaran di lapangan.
Banyak
program pemerintah pada level “judul” sudah sangat bagus. Tapi di tingkat
realisasi, perlu dipaparkan kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi.
Contoh
1, Belanja Bidang Perumahan di Dinas
Cipta Karya Kota Bandung ;
Dari
uraian anggaran tersebut, sudah sepatutnya ada transparansi tentang hal-hal sbb
;
1. Terkait Belanja Barang Jasa ;
a. Berapa harga satuan untuk rumah/bangunan yang
dijadikan sasaran pembangunan ?
b. Berapa jumlah sasaran yang sudah
direalisasikan pada tahun 2014 ?
c. Dimana Lokasi Sasaran tersebut ?
d. Bagaimana teknis penggunaan anggaran terkait
perpres no. 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa ?
2. Terkait Belanja Pegawai.
a. Berapa Jumlah pegawai (PNS) yang dilibatkan
dalam pembangunan tersebut, sehingga nilai belanja pegawai mencapai angka Rp.
1.327.525.000,-
?
3. ...., dan masih ada ratusan
pertanyan-pertamnyaan yang perlu di jelaskan.
Contoh
2 ; Belanja untuk Hibah dan Bansos tahun
2014.
Belanja Hibah
|
Rp.
180.020.565.000,-
|
Belanja Bansos
|
Rp.
100.546.000.000,-
|
Anggaran Hibah dan Bansos, saat ini menjadi salah satu primadona kasus aparat penegak hukum di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah kota Bandung yang belakangan dilanda “Badai Tsunami” akibat penyalahgunaan dana HIBAH dan BANSOS.
Berkaca
dari pengalaman tersebut, sudah seharusnya pemerintah kota Bandung lebih
transparan dalam hal data-data penerima Hibah Bansos, yang tentunya untuk
menghindari hal-hal yang tidak diharapkan dikemudian hari.
Ditulis
:
Drs. Riana
Pemerhati
Anggaran Kota Bandung
Ketua
West Java Zero Corruption.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar